"Even the great chef has a bad day..Today is your bad day.."
Itulah
yang dikatakan oleh Chef Master Juna ketika mengumumkan eliminasi Master Chef
kepada Fero. Fero merupakan salah satu
kandidat yang paling dijagokan oleh para juri Master Chef Indonesia dan para
pemirsa setianya tentunya. Sempat dua kali masuk ke kompetisi ini dan berulang
kali menjadi pemenang dari setiap tantangan yang diberikan Chef Master tentunya
membuat kita bertanya-tanya kenapa dia tidak berhasil masuk ke babak 5 besar.
Tapi kenyataannya, itulah yang terjadi. Babak eliminasi tersebut merupakan
kesempatan terakhir seorang Fero yang akhirnya harus meninggalkan galeri Master
Chef hanya karena kesalahan yang dilakukannya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kompetitornya ketika itu.
Bener-bener nyesek dan suatu kesalahan yang sangat disayangkan oleh kita semua.
Pernahkah
teman-teman semua mengalami hal seperti Fero tsb? Ketika kita terpaksa jatuh
tersungkur oleh sebuah kesalahan kecil tapi malah berakibat fatal untuk karir
atau kinerja kita? Ketika kita berada dalam titik terendah oleh sebuah
kesalahan tak terlihat sehingga menjatuhkan semangat kita?
Saya
pernah,kawan. Dan hal tersebut baru saja terjadi dalam kehidupan saya. Ketika
itu di kelas saya sedang ada pengumuman IP semester ini. Berhubung suasananya
sedang liburan, jadi masing-masing dari kita pada pisah-pisah posisinya. Ada yang
masih di kampus dan ga banyak yang udah ada di kampung halamannya
masing-masing. Untuk tau nilai tersebut, kita harus menghubungi dosennya
langsung yg bertanggung jawab saat itu, Wali kelas dan Ketua Program Studi. Sama
dengan teman-teman yang lain, saya pun cukup penasaran dan dagi-dig-dug duer
nungguin pengumuman tsb. Bahkan karena ga terlalu yakin sama hasil UAS, saya
dan teman saya sempat menbuat prediksi IP yang akan didapat. Ada 3 kondisi yang
saya buat ketika itu. Kondisi 1 dengan kemungkinan nilai terburuk. Kondisi 2
itu yang disesuaikan dengan kinerja selama 1 semester terakhir, dan yang
terakhir adalah kondisi ideal yang diharapin. Rada ribet ya,padahal sebelumnya
saya belum pernah membuat prediksi sampai sedetail itu.
Meskipun
saya juga penasaran dgn nilai tsb, entah kenapa saya tidak ingin melihatnya
langsung. Saya ingin mengondisikan hati saya dulu untuk mengetahui nilainya
supaya ga terlalu down saat tau nilainya itu jauh dr harapan atau sama dengan
kondisi terburuk yg pernah saya prediksi. Alhasil, saya sengaja ga ngehubungin
dosen tsb meskipun temen2 yg lain udah pada curhat n nanyain IP saya. Saya
sendiri sempet ga mau liat n nanya IP tsb sebelum temen2 terdekat saya beres
sidang. Alasannya biar kondisi saya yang mungkin bakal ‘kacau n error’ gara2
hasil IP yg mungkin ga sesuai harapan berpengaruh sama kondisi temen2 saya yg
pengen fokus nyiapin sidangnya.
Sehari
setelah kabar tsb, di pagi harinya, entah kenapa, rencana saya itu tiba2
berubah. Ga tau dapet kekuatan hati dari mana, saya putuskan untuk mencari tau
IP tsb hari itu juga. Akhirnya saya pun menghubungi wali kelas saya utk
mengetahui hal tsb. Sambil nunggu balesan sms dr beliau, kebetulan waktu itu
hari minggu, saya ngelakuin pekerjaan rumah tangga alias mencuci n ngeberesin
kamar. Sebenernya sengaja buat ga diem aja nunggu balesan biar kondisi hatinya
bisa netral dan kuat utk nerima info apapun yg didapet.
Alhamdulillah,
rencana tadi itu ga sia-sia. Saya berhasil menguatkan hati saya untuk menerima
hasil nilai semesteran tsb karena hasilnya….sangat jauh dari harapan. Iya,
kawan, sangat jauh dr harapan, karena nilainya di bawah nilai kondisi buruk yg
pernah saya prediksi. Kecewa? Memang. Apalagi nilai yg saya peroleh punya range
yg besar dibandingin nilai sblmnya. Bisa dibilang itu nilai terendah yang
pernah saya dapetin selama kuliah ini. Sebenernya waktu ngebaca nilai tsb, saya
cukup shock dan cukup campur aduk perasaannya, antara pengen nangis, kecewa, marah sama diri sendiri,
pengen nyalahin semuanya, dsb. Tapi, ga tau kenapa, ga ada setetes pun air mata
yg keluar gara2 nerima kenyataan yg cukup pahit ini.
Life must
go on. Saya pun meneruskan aktivitas saya ketika itu sambil merenungi hal yg trjadi
saat itu. Setelah semuanya beres, saya pun membuka lagi file prediksi ip yang
pernah dibuat dan memperkirakan nilai yg harus saya dapatkan untuk mencapai
salah satu cita-cita saya di kampus ini. Dan ternyata, butuh perjuangan dan kerja
keras yang perlu diusahain utk bisa menutup ‘lubang yg terlalu besar’ tsb.
Dalam
perenungan tadi, saya berpikir dan merasa bahwa hal tsb merupakan titik
terendah yg pernah saya capai selama ini. Ibarat roda, maka posisi saya ketika
itu berada dalam kondisi paling bawah. Ketika manusia berada dalam kondisi
tersebut maka ada dua kemungkinan yang bisa ia lakukan. Pertama, menyalahi
semua yang ada dan berpikiran negative atas apa yg diperolehnya. Kedua,
bersyukur dan menatap ke depan dan menyakinkan diri bahwa masih banyak hal yg
harus diperjuangkan ke depannya.
Alhamdulillah,
Allah dengan segala kekuasaan-Nya berhasil menuntun saya untuk melakukan hal
yang kedua tadi. Saya diberi jalan untuk berpikir bahwa penurunan IP yang
signifikan itu bukanlah suatu ‘kiamat’ bagi kita. Itu malah merupakan sebuah
cambuk bagi kita bahwa kita harus berjuang dan berdoa lebih banyak agar bisa
mencapai target yang diinginkan. Saya pun bersyukur bahwa selama ini saya belum
pernah menghalalkan segala cara untuk dapet nilai bagus seperti yg telah
dilakukan mayoritas mahasiswa ketika itu. Saya juga bersyukur bahwa dunia
akademis bukanlah satu-satunya dunia yang saya tekuni, sehingga ketika saya
harus terjatuh begitu keras di dunia tsb, masih ada lingkungan lain yg dapat
membantu saya untuk menjadi pijakan baru yang lebih baik. Alhamdulillah.
Ditambah
lagi, saat itu, di hari yang sama, saya semakin merasa bahwa Allah benar-benar
sangat sayang kepada hamba-Nya dan akan selalu menolong hamba-hamba yang
membutuhkan-Nya..Meskipun saya berhasil berpikir positif mengenai kondisi tadi,
ada saja momen-momen yang membuat saya merasa sedih jika mengingatnya kembali. Seolah
– olah ingin menghibur hamba-Nya ini, ketika saya ingin membaca surat
cinta-Nya, saya pun tersentak kaget karena batas tilawah saya ketika itu telah
mencapai Surat Ar-Rahman, sebuah surat favorit saya yang seolah-olah sengaja
dihadiahkan-Nya kepada saya untuk dibaca atas ‘bad day’ yang saya alami tsb. Di
samping itu, masih dari sesi tilawah tsb, ada 3 ayat yg bener2 jadi penutup ‘hadiah’
dari Allah swt yang seolah-olah mengingatkan saya secara langsung..Ayat apakah
itu? Mangga dibaca..
Berlomba-lombalah kamu untuk (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri,
(QS. Al-Hadid : 21-23)
ayo sarah, kamu pasti bisa :D !!!
BalasHapus