Menu

Senin, 25 Juli 2011

Even The Best Chef Has A Bad Day


"Even the great chef has a bad day..Today is your bad day.." 

Itulah yang dikatakan oleh Chef Master Juna ketika mengumumkan eliminasi Master Chef kepada Fero. Fero merupakan  salah satu kandidat yang paling dijagokan oleh para juri Master Chef Indonesia dan para pemirsa setianya tentunya. Sempat dua kali masuk ke kompetisi ini dan berulang kali menjadi pemenang dari setiap tantangan yang diberikan Chef Master tentunya membuat kita bertanya-tanya kenapa dia tidak berhasil masuk ke babak 5 besar. Tapi kenyataannya, itulah yang terjadi. Babak eliminasi tersebut merupakan kesempatan terakhir seorang Fero yang akhirnya harus meninggalkan galeri Master Chef hanya karena kesalahan yang dilakukannya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kompetitornya ketika itu. Bener-bener nyesek dan suatu kesalahan yang sangat disayangkan oleh kita semua.

Pernahkah teman-teman semua mengalami hal seperti Fero tsb? Ketika kita terpaksa jatuh tersungkur oleh sebuah kesalahan kecil tapi malah berakibat fatal untuk karir atau kinerja kita? Ketika kita berada dalam titik terendah oleh sebuah kesalahan tak terlihat sehingga menjatuhkan semangat kita?

Saya pernah,kawan. Dan hal tersebut baru saja terjadi dalam kehidupan saya. Ketika itu di kelas saya sedang ada pengumuman IP semester ini. Berhubung suasananya sedang liburan, jadi masing-masing dari kita pada pisah-pisah posisinya. Ada yang masih di kampus dan ga banyak yang udah ada di kampung halamannya masing-masing. Untuk tau nilai tersebut, kita harus menghubungi dosennya langsung yg bertanggung jawab saat itu, Wali kelas dan Ketua Program Studi. Sama dengan teman-teman yang lain, saya pun cukup penasaran dan dagi-dig-dug duer nungguin pengumuman tsb. Bahkan karena ga terlalu yakin sama hasil UAS, saya dan teman saya sempat menbuat prediksi IP yang akan didapat. Ada 3 kondisi yang saya buat ketika itu. Kondisi 1 dengan kemungkinan nilai terburuk. Kondisi 2 itu yang disesuaikan dengan kinerja selama 1 semester terakhir, dan yang terakhir adalah kondisi ideal yang diharapin. Rada ribet ya,padahal sebelumnya saya belum pernah membuat prediksi sampai sedetail itu.


Meskipun saya juga penasaran dgn nilai tsb, entah kenapa saya tidak ingin melihatnya langsung. Saya ingin mengondisikan hati saya dulu untuk mengetahui nilainya supaya ga terlalu down saat tau nilainya itu jauh dr harapan atau sama dengan kondisi terburuk yg pernah saya prediksi. Alhasil, saya sengaja ga ngehubungin dosen tsb meskipun temen2 yg lain udah pada curhat n nanyain IP saya. Saya sendiri sempet ga mau liat n nanya IP tsb sebelum temen2 terdekat saya beres sidang. Alasannya biar kondisi saya yang mungkin bakal ‘kacau n error’ gara2 hasil IP yg mungkin ga sesuai harapan berpengaruh sama kondisi temen2 saya yg pengen fokus nyiapin sidangnya.

Sehari setelah kabar tsb, di pagi harinya, entah kenapa, rencana saya itu tiba2 berubah. Ga tau dapet kekuatan hati dari mana, saya putuskan untuk mencari tau IP tsb hari itu juga. Akhirnya saya pun menghubungi wali kelas saya utk mengetahui hal tsb. Sambil nunggu balesan sms dr beliau, kebetulan waktu itu hari minggu, saya ngelakuin pekerjaan rumah tangga alias mencuci n ngeberesin kamar. Sebenernya sengaja buat ga diem aja nunggu balesan biar kondisi hatinya bisa netral dan kuat utk nerima info apapun yg didapet.

Alhamdulillah, rencana tadi itu ga sia-sia. Saya berhasil menguatkan hati saya untuk menerima hasil nilai semesteran tsb karena hasilnya….sangat jauh dari harapan. Iya, kawan, sangat jauh dr harapan, karena nilainya di bawah nilai kondisi buruk yg pernah saya prediksi. Kecewa? Memang. Apalagi nilai yg saya peroleh punya range yg besar dibandingin nilai sblmnya. Bisa dibilang itu nilai terendah yang pernah saya dapetin selama kuliah ini. Sebenernya waktu ngebaca nilai tsb, saya cukup shock dan cukup campur aduk perasaannya, antara pengen  nangis, kecewa, marah sama diri sendiri, pengen nyalahin semuanya, dsb. Tapi, ga tau kenapa, ga ada setetes pun air mata yg keluar gara2 nerima kenyataan yg cukup pahit ini.

Life must go on. Saya pun meneruskan aktivitas saya ketika itu sambil merenungi hal yg trjadi saat itu. Setelah semuanya beres, saya pun membuka lagi file prediksi ip yang pernah dibuat dan memperkirakan nilai yg harus saya dapatkan untuk mencapai salah satu cita-cita saya di kampus ini. Dan ternyata, butuh perjuangan dan kerja keras yang perlu diusahain utk bisa menutup ‘lubang yg terlalu besar’ tsb.

Dalam perenungan tadi, saya berpikir dan merasa bahwa hal tsb merupakan titik terendah yg pernah saya capai selama ini. Ibarat roda, maka posisi saya ketika itu berada dalam kondisi paling bawah. Ketika manusia berada dalam kondisi tersebut maka ada dua kemungkinan yang bisa ia lakukan. Pertama, menyalahi semua yang ada dan berpikiran negative atas apa yg diperolehnya. Kedua, bersyukur dan menatap ke depan dan menyakinkan diri bahwa masih banyak hal yg harus diperjuangkan ke depannya.

Alhamdulillah, Allah dengan segala kekuasaan-Nya berhasil menuntun saya untuk melakukan hal yang kedua tadi. Saya diberi jalan untuk berpikir bahwa penurunan IP yang signifikan itu bukanlah suatu ‘kiamat’ bagi kita. Itu malah merupakan sebuah cambuk bagi kita bahwa kita harus berjuang dan berdoa lebih banyak agar bisa mencapai target yang diinginkan. Saya pun bersyukur bahwa selama ini saya belum pernah menghalalkan segala cara untuk dapet nilai bagus seperti yg telah dilakukan mayoritas mahasiswa ketika itu. Saya juga bersyukur bahwa dunia akademis bukanlah satu-satunya dunia yang saya tekuni, sehingga ketika saya harus terjatuh begitu keras di dunia tsb, masih ada lingkungan lain yg dapat membantu saya untuk menjadi pijakan baru yang lebih baik. Alhamdulillah.

Ditambah lagi, saat itu, di hari yang sama, saya semakin merasa bahwa Allah benar-benar sangat sayang kepada hamba-Nya dan akan selalu menolong hamba-hamba yang membutuhkan-Nya..Meskipun saya berhasil berpikir positif mengenai kondisi tadi, ada saja momen-momen yang membuat saya merasa sedih jika mengingatnya kembali. Seolah – olah ingin menghibur hamba-Nya ini, ketika saya ingin membaca surat cinta-Nya, saya pun tersentak kaget karena batas tilawah saya ketika itu telah mencapai Surat Ar-Rahman, sebuah surat favorit saya yang seolah-olah sengaja dihadiahkan-Nya kepada saya untuk dibaca atas ‘bad day’ yang saya alami tsb. Di samping itu, masih dari sesi tilawah tsb, ada 3 ayat yg bener2 jadi penutup ‘hadiah’ dari Allah swt yang seolah-olah mengingatkan saya secara langsung..Ayat apakah itu? Mangga dibaca..

Berlomba-lombalah kamu untuk (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
(QS. Al-Hadid : 21-23)

1 komentar: